Sabtu, November 15, 2008

Mountaineering


Aku kadang bertanya-tanya pada teman kantor yang seorang pe-hobby berat naik gunung, "apa sih enaknya naik gunung? badan capek, dingin, laper, syukur-syukur kalo gak mampus di puncak sana, kayak kurang kerjaan gak ada hobby laen." Si temen ini tiap nemu liburan di hari Jum'at atau Senin pasti sudah prepare target gunung berikut yang akan ditaklukkan. Kadang aku nyindir, ngapain nunggu libur tiga hari Mas, napa nggak waktu off Sabtu Minggu aja skalian mountaineeringnya biar ngapelin gunungnya bisa sekali seminggu. Eh malah ngeluh, gak bisa juga Mas kan butuh duit banyak sekali jalan. Ouw, ternyata gak modal dengkul ma betis doang rupanya, (hal ini semakin memperdalam rasa engganku menggeluti hobby yang satu ini) untung aku gak ketularan penyakitnya ini. Si temen tadi malah balas nanya kapan bisa liat gunungnya kalo gak nyoba, yah aku jawabnya tinggal nanya ke Om Google gimana rasanya mendaki gunung pasti nongol jawabannya plus gambar-gambarnya.
Menurut wikipedia "Mountaineering is the sport, hobby or profession of walking, hiking, trekking and climbing up mountains". Jadi kalo di Eropa sana hobby ini malah dijadikan profesi oleh orang-orang tertentu, makanya jangan terheran-heran kalo ada yang rela merogoh kocek sampe ratusan juta rupiah untuk membeli peralatan mountaineering. Nah kemungkinan temen aku tadi niatnya ke situ, he he he. Parahnya lagi orang bisa addicted kalo dah nyoba sekali (emangnya drugs), "sekali naik gunung pasti pengen nyoba gunung berikut" kilahnya.
Terlepas dari hobby atau gak hobby mountaineering, kalau dihayati sebenarnya kita adalah para pendaki gunung. Nyadar gak, dari kecil sampai sekarang kita sudah menciptakan gunung-gunung di dalam fikiran kita. Mungkin di jaman SD dulu gunung yang ingin kita daki adalah jawara kelas, trus pindah SMP (waktu gw kecil SD ma SMP belum terjadi amalgamation kayak sekarang) target pendakian adalah menjadi anak gaul, lanjut SMA kita pingin menaklukkan hati si Cantik, pindah ke PT kita bertekad menaklukkan scholarship dari sponsor tertentu, dan akhirnya sarjana bercita-cita mendaki karier di perusahaan multinasional. Mendaki dan mendaki terus, bla bla bla. Capek gak?Nah seperti itulah gambaran hidup, kalo gak mendaki maka kita akan terus-terusan berada di kaki gunung syukur-syukur gak terperosok ke lembahnya. Mountaineering adalah miniatur dari kehidupan kita, realita pendakian dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh para mountaineer sangat mirip dengan kehidupan nyata di sekeliling kita.
Dalam proses pendakian cita-cita, kita akan menemukan cerita tentang kedinginan, kelaparan, tersesat, kehilangan teman sependakian, dan bahkan kematian. Demikian pula prinsip-prinsip kepercayaan, kesetiaan, persahabatan, dan pengharapan sangat menentukan keberhasilan kita mencapai puncak impian. Dalam pendakian kita dituntut untuk menjaga keharmonisan langkah dan nafas kita agar tetap seimbang. Terlalu bernafsu menyelesaikan satu persatu trayek pendakian malah akan menguras tenaga kita dan akhirnya akan menemui kegagalan. Sebaliknya terlalu lambat berjalan memungkinkan kita terkena serangan badai salju dan longsor yang juga akan berakhir kegagalan. Untuk itu sebelum mendaki kita wajib menyiapakan peralatan pendakian dan perencanaan yang tepat. Dalam kehidupan nyata peralatan yang kita perlukan untuk mendaki kehidupan seperti telah banyak disinggung oleh ahli pengembangan diri adalah spiritual, emotional, dan intelegensi. Perencanaan sebelum mendaki tidak kalah pentingnya, gagal alam berencana berarti berencana untuk gagal. Setelah faktor-faktor tadi terpenuhi maka sepatutnya di-wrap up dengan doa sebelum memulai agar peluang keberhasilan semakin besar. Dan kita pun mulai berjalan setapak demi setapak menggapai puncak.
Setelah pendakian pertama berhasil kita akan berambisi untuk menundukkan puncak yang lain. Demikian seterusnya dan perlahan andapun akan merasa kan addicted to mountaineering. Begitulah hidup kita mengalir.
Selamat mendaki impian anda...

Tidak ada komentar: